Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah merasakan persaingan di
World Cup atau Piala Dunia, itu terjadi pada tahun 1938. Bagaimana sebenarnya
cerita dibalik tahun 1938 tersebut ?
Pada tahun 1930-an, di
Indonesia berdiri tiga organisasi sepakbola berdasarkan suku bangsa, yaitu
Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang lalu berganti nama menjadi
Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) di tahun 1936 milik bangsa Belanda,
Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) punya bangsa Tionghoa, dan Persatoean Sepakraga
Seloeroeh Indonesia (PSSI) milik orang Indonesia. PSSI didirikan oleh Ir.
Soeratin Sosrosoegondo pada 19 April 1930 atas dasar semangat nasionalisme.
Bisa dibilang, PSSI ingin mengimbangi keberadaan NIVB sebagai representasi
gerakan kemerdekaan lewat jalur sepakbola.
Alkisah, Nederlandsch
Indische Voetbal Bond (NIVB) sebuah organisasi sepakbola orang-orang Belanda di
Hindia Belanda menaruh hormat kepada Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia
(PSSI) lantaran Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB) yang memakai
bintang-bintang dari NIVB kalah dengan skor 2-1 lawan Voetbalbond Indonesia
Jacatra (VIJ) salah satu klub anggota PSSI dalam sebuah ajang kompetisi PSSI ke
III pada 1933 di Surabaya. Maka terbukalah mata tuan-tuan bule ini melihat
kemampuan olah kulit bundar bumiputra. NIVU yang semula memandang sebelah mata
PSSI akhirnya mengajak bekerjasama. Kerjasama tersebut ditandai dengan
penandatanganan Gentlemen’s Agreement pada 15 Januari 1937. Pascapersetujuan
perjanjian ini, berarti secara de facto dan de jure Belanda mengakui PSSI
(Palupi, 2004: 75-76).
Perjanjian itu juga
menegaskan bahwa PSSI dan NIVU menjadi pucuk organisasi sepakbola di Hindia
Belanda. Di tahun 1938, Indonesia mendapat undangan dari FIFA untuk berlaga di
Piala Dunia Perancis. Salah satu butir di dalam perjanjian itu juga berisi soal
pertandingan sepakbola sejagat ini. Butirnya, yakni dilakukan pertandingan
antara tim bentukan NIVU melawan tim bentukan PSSI sebelum diberangkatkan ke
Piala Dunia (semacam seleksi tim). Namun, apa lacur, NIVU melanggar perjanjian
dan memberangkatkan tim bentukannya. Mereka menelikung secara sepihak dan tak
tepati janji. Konon, NIVU melakukan hal tersebut karena tak mau kehilangan muka,
sebab PSSI pada masa itu memiliki tim yang kuat. Dalam pertandingan
internasional, PSSI membuktikannya. Pada 7 Agustus 1937 tim yang beranggotakan,
di antaranya Maladi, Djawad, Moestaram, Sardjan, berhasil menahan imbang 2-2
tim Nan Hwa dari Cina di Gelanggang Union, Semarang. Padahal Nan Hwa pernah
menyikat kesebelasan Belanda dengan skor 4-0. Dari sini kedigdayaan tim PSSI
mulai kesohor.
Atas tindakan culas
tuan-tuan kulit putih ini, Soeratinketua PSSI yang juga aktivis gerakan
nasionalisme Indonesiasangat geram. Ia menolak memakai nama NIVU. Alasannnya,
kalau NIVU diberikan hak, maka komposisi materi pemain akan dipenuhi
orang-orang Belanda. Sialnya, FIFA mengakui NIVU sebagai perwakilan dari Hindia
Belanda. Akhirnya PSSI membatalkan secara sepihak perjanjian Gentlemen’s
Agreement saat Kongres di Solo pada 1938.
Maka sejarah mencatat mereka yang berangkat ke Piala Dunia Perancis 1938 mayoritas orang Belanda. Mereka yang terpilih untuk berlaga di Perancis, yaitu Bing Mo Heng (kiper), Herman Zommers, Franz Meeng, Isaac Pattiwael, Frans Pede Hukom, Hans Taihattu, Pan Hong Tjien, Jack Sammuels, Suwarte Soedermadji, Anwar Sutan, dan Achmad Nawir (kapten). Mereka diasuh oleh pelatih sekaligus ketua NIVU, Johannes Mastenbroek. “Mo Heng, Nawir, Soedarmadji adalah pemain-pemain bumiputra yang berhasil memperkuat kesebelasan Hindia Belanda, tetapi bertanding di bawah bendera kerajaan Nederland dan bukan Merah-Putih,” tulis Srie Agustina Palupi dalam bukunya Politik dan Sepak Bola.
Maka sejarah mencatat mereka yang berangkat ke Piala Dunia Perancis 1938 mayoritas orang Belanda. Mereka yang terpilih untuk berlaga di Perancis, yaitu Bing Mo Heng (kiper), Herman Zommers, Franz Meeng, Isaac Pattiwael, Frans Pede Hukom, Hans Taihattu, Pan Hong Tjien, Jack Sammuels, Suwarte Soedermadji, Anwar Sutan, dan Achmad Nawir (kapten). Mereka diasuh oleh pelatih sekaligus ketua NIVU, Johannes Mastenbroek. “Mo Heng, Nawir, Soedarmadji adalah pemain-pemain bumiputra yang berhasil memperkuat kesebelasan Hindia Belanda, tetapi bertanding di bawah bendera kerajaan Nederland dan bukan Merah-Putih,” tulis Srie Agustina Palupi dalam bukunya Politik dan Sepak Bola.
Melihat perkembangan
sepakbola indonesia saat ini, memang sulit bagi indonesia untuk bisa kembali ke
ajang turnamen sepakbola antar negara tersebut. Jadi apakah anda setuju Piala
Dunia 1938, menjadi yang terakhir bagi indonesia ?
Apa pun opini anda, kita sebagai bangsa Indonesia harus tetap mendukung selalu timnas sepakbola Indonesia dimanapun mereka bertanding, menang ataupun kalah Grauda selalu dihati. Bravo Sepakbola Indonesia!(YA)
Sumber :Apa pun opini anda, kita sebagai bangsa Indonesia harus tetap mendukung selalu timnas sepakbola Indonesia dimanapun mereka bertanding, menang ataupun kalah Grauda selalu dihati. Bravo Sepakbola Indonesia!(YA)
http://akusayangindonesia.com/2013/12/13/apakah-piala-dunia-1938-menjadi-yang-terakhir-bagi-indonesia/
No comments:
Post a Comment